Cinta dan Pembunuhan Karakter Individu

Oleh Bal Akbar


 Cinta adalah kemampuan tertinggi manusia ataupun mahkluk organik lainnya dalam soal membangun relasi dengan mahkluk hidup sekitar. Dengan Cinta manusia bisa saling memahami, saling memberikan makna, dan memiliki arti. Sampai pada tingkatan tertentu, manusia mampu membentuk ikatan, komitmen, hingga penyatuan emosional dengan orang yang dicintai. Dalam tradisi kita, penyatuan itu kita sebut dengan pernikahan atau sebutan lainnya. Walaupun bagi kaum sebagian orang, cukup dengan orasi seksual sebagai bukti penyatuan dua insan cinta. 

 Dewasa ini tafsiran manusia tentang cinta sangat beragam. Sebut saja Khalil Gibran, sang sufi asal Lebanon mengatakan Cinta itu peka dan suci. Sedangkan bagi orang yang sedang jatuh cinta, satu kata ini diartikan sebagai sebuah kenikmatan dan kebahagiaan (Serasa bumi dan seisinya milik berdua). Bagi pasangan yang sedang putus cinta akan mengartikan cinta sebagai sebuah perasaan sakit yang mendalam. Nah dari sini bisa disimpulkan bahwa, pemaknaan sesorang tentang cinta itu sendiri lahir dari pengalaman hidup masing - masing,ataupun perenungan terhadap diri dan alam semesta. Masih banyak lagi sebenarnya teori filsafat, teologi maupun sufistik yang menjelaskan tentang cinta dengan pendekatan masing-masing. Namun, pada diskusi kali ini, mari kita kerucutkan saja dalam dua pandangan. Yang pertama, pemaknaan Cinta dengan tendensi negatif. Yang kedua, pemaknaan cinta dengan tendensi positif. (Walaupun pada dasarnya cinta itu sejatinya adalah kebaikan itu sendiri atau tidak ada negatifnya). Seperti manusia buta yang meraba-raba ekor dari seekor gajah kemudian menyimpulkan dengan tegas bahwa gajah berbentuk panjang seperti ular. Pada kasus ini pun sama, kita mencoba mengartikan cinta dengan subjektifitas kita. Maka lahirlah tafsiran cinta yang beraneka ragam. 

Cinta dalam praktiknya selalu memiliki bentuk yang berbeda-beda selaras dengan pemaknaan akan cinta. Jika ada manusia yang berperilaku negatif terhadap sesamanya, maka dipastikan dia termasuk dalam orang - orang dengan tendensi negatif tentang cinta. Biasa juga dinilai tidak memiliki rasa cinta. Sebaliknya, perbuatan baik akan kita nilai sebagai perilaku penuh cinta (Positif). Saya menawarkan jika mau merubah perilaku sebuah kelompok masyarakat, cukup merubah cara pandang mereka tentang cinta. Cinta, apapun kecenderungannya selalu memiliki unsur magnet (Memiliki gaya tarik dan gaya tolak). Orang yang awalnya baik akan berubah menjadi burk laku ketika memaknai cina dengan tendensi yang negatif. Banyak berita di media yang mengabarkan bagaimana upaya bunuh diri seorang remaja laki - laki karena ditolak pasangannya untuk menikah, atau kabar pembunuhan yang disebabkan oleh perselingkuhan suami istri dan masih banyak lagi kejadian faktual disekitar kita yang boleh jadi penyebabnya adalah gaya tolak dari cinta yang melahirkan bukan saja perasaan negatif, tapi juga perilaku yang negatif. Kita balikkan lagi, seseorang yang awalnya jahat. Sebut saja orang ini pernah menjadi perompak bajak laut Somalia yang kerjaannya menyandera dan membunuh setiap korbannya. Mayat mereka dibuang dilaut setelah dipenggal kepala dan kakinya untuk menghilangkan jejak. Pada suatu kondisi, orang ini akan berubah 180 derajat ketika terkenal gaya tarik cinta. Entah bagaimana prosesnya, kita banyak menemukan di kota - kota besar bagaimana preman yang suka merampok berubah menjadi uztad terkenal yang setiap hari memberikan ceramah kalbu dengan banyak pengikut. 

Dititik inilah saya mencoba merangkai gagasan bagaimana cinta membunuh karakter individu dengan sangat cepat. Sifat asli manusia yang lamaa terbentuk karena faktor lingkungan dan sebagainya menjadi tidak berarti ketika cinta datang ataupun cinta pergi. Yang hitam akan menjadi putih dan putih akan kembali menjadi hitam. Tak perlu waktu yang lama. Tak perlu pembiasaan karena cinta menjadi anomali dalam diri. Mungkin karena inilah, Khalil Gibran menyebut cinta itu peka dan suci karena datangnya tak mampu ditolak ataupun dipaksa. Dia hadir karena dirinya sendiri dia pergi juga demikian. Cinta telah melekat dalam diri manusia sebagai anugerah dari Sang Maha Pencipta untuk digunakan sebaik-baiknya dalam perjalanan manusia menuju/kembail kepada Penciptanya.

Komentar

Postingan Populer